Pengertian Thyristor dan Jenis-jenis Thyristor
Pengertian Thyristor dan Jenis-jenisnya – Thyristor adalah komponen elektronika yang berfungsi sebagai saklar (switch) atau pengendali yang terbuat dari bahan semikonduktor. Thyristor yang secara ekslusif bertindak sebagai saklar ini pada umumnya memiliki dua hingga empat kaki terminal. Meskipun terbuat dari semikonduktor, Thyristor tidak digunakan sebagai Penguat sinyal seperti Transistor. Istilah “Thyristor” berasal dari bahasa Yunani yang artinya adalah “Pintu”.
Pada prinsipnya, Thyristor yang berterminal tiga akan menggunakan arus/tegangan rendah yang diberikan pada salah satu kaki terminalnya untuk mengendalikan aliran arus/tegangan tinggi yang melewati dua terminal lainnya. Sedangkan untuk Thyristor yang berterminal dua yang tidak memiliki terminal kendali (GATE), fungsi saklarnya akan diaktifkan apabila tegangan pada kedua terminalnya mencapai level tertentu. Level tegangan yang dimaksud tersebut biasanya disebut dengan Breakdown Voltage atau Breakover Voltage. Pada saat dibawah tegangan breakdownnya, kedua kaki terminal tidak akan mengaliri arus listrik atau berada di posisi OFF.
Membahas mengenai Saklar (Switch) elektronik, pada dasarnya kita juga dapat menggunakan Transistor. Namun jika dibandingkan dengan Transistor, Thyristor yang didedikasi sebagai Komponen Saklar ini akan dapat berfungsi lebih baik. Hal ini dikarenakan Transistor memerlukan tegangan/arus yang tepat untuk mengoperasikan fungsi saklarnya, jika tegangan/arus yang diberikannya tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan maka Transistor tersebut akan berada diantara keadaan ON dan OFF. Saklar yang berada diantara keadaan ON dan OFF bukanlah suatu saklar yang baik. Berbeda dengan Transistor, Thyristor dirancang untuk hanya berada di dua keadaan yaitu keadaan ON atau keadaan OFF saja.
Dalam aplikasinya, Thyristor banyak digunakan di perangkat atau rangkaian-rangkaian elektronika seperti Pengendali Daya, Timer, Osilator, peredam cahaya, pengendali kecepatan motor listrik dan lain sebagainya.
Jenis-jenis Thyristor
Beberapa komponen elektronika yang tergolong dalam kelompok Thyristor diantaranya seperti dibawah ini :
SCR (Silicon Controlled Rectifier)
SCR adalah jenis Thyristor yang memiliki tiga kaki terminal yang masing-masing terminal dinamai dengan GATE, ANODA dan KATODA. Secara struktur, SCR terdiri dari 4 lapis semikonduktor yaitu PNPN yang terminal pengendalinya terdapat pada lapisan P (Positif).
Cara Kerja SCR – Saat tidak dialiri arus listrik, SCR akan berada di keadaan OFF. Saat terminal GATE-nya dialiri arus rendah, SCR akan menjadi ON dan menghantarkan arus listrik dari ANODA ke KATODA. Meskipun arus listrik GATE-nya dihilangkan, SCR akan tetap dalam keadaan ON hingga arus yang mengalir dari ANODA ke KATODA tersebut juga dihilangkan atau 0V.
SCS (Silicon Controlled Switch)
SCS merupakan jenis Thyristor yang memiliki 4 kaki terminal yaitu terminal GATE, ANODE GATE, ANODE dan CATHODE. Sama seperti SCR, SCS atau Silicon Controlled Switch juga berfungsi sebagai Saklar.
Cara Kerja SCS – Cara Kerja SCS hampir sama dengan SCR, namun SCS dapat di-OFF-kan dengan cara memberikan tegangan tertentu pada kaki terminal Anode Gate (Gerbang Anoda). Perangkat ini juga dapat dipicu dengan memberikan tegangan negatif ke Anode Gate, arus listrik akan mengalir satu arah yaitu dari Anoda (A) ke Katoda (K).
TRIAC (Triode from Alternating Current)
TRIAC adalah Thyristor yang berkaki terminal tiga yang masing-masing terminalnya dinamai dengan GATE, MI1 dan MI2. Setelah dipicu (trigger) menjadi ON, TRIAC mampu menghantarkan arus listrik dari kedua arah. Oleh karena itu, TRIAC sering disebut juga dengan Bidirectional Triode Thyristor.
Cara Kerja TRIAC – Cara Kerja TRIAC juga hampir sama dengan SCR, namun TRIAC dapat mengendalikan arus listrik dari dua arah baik dari arah MT1 ke MT2 ataupun dari MT2 ke MT1. Dengan demikian TRIAC dapat digunakan sebagai saklar yang mengendalikan arus DC maupun arus AC. TRIAC akan berubah menjadi kondisi ON dan menghantarkan arus listrik apabila terminal GATE-nya diberikan arus listrik, jika arus listriknya dihilangkan makan TRIAC akan berubah menjadi OFF.
DIAC (Diode Alternating Current)
DIAC adalah Thyristor yang hanya memiliki dua kaki terminal dan dapat menghantar arus listrik dari kedua arah apabila tegangan melampaui batas tegangan breakovernya (tegangan breakdown). DIAC sering disebut juga dengan Bidirectional Thyristor.
Cara Kerja DIAC – DIAC akan berada di kondisi OFF apabila tegangan yang diberikannya masih dibawah tegangan breakover-nya. Ketika tegangan mencapai atau melampaui batas breakover-nya, DIAC akan berubah menjadi kondisi ON dan menghantarkan arus listrik. Setelah DIAC dipicu menjadi ON, DIAC akan terus menghantarkan arus listrik (dalam kondisi ON) meskipun tegangan yang diberikan tersebut turun dibawah tegangan breakover. DIAC hanya akan berhenti menhantarkan arus listrik atau berubah menjadi kondisi OFF apabila tegangan yang diberikannya menjadi “0” atau dengan kata lain arus listriknya diputuskan.
APLIKASI THYRISTOR DAN SCR`
April 18, 2014
Silicon Controlled Rectifier (SCR) merupakan alat semikonduktor empat lapis (PNPN) yang menggunakan tiga kaki yaitu anoda (anode), katoda (cathode), dan gerbang (gate) – dalam operasinya. SCR adalah salah satu thyristor yang paling sering digunakan dan dapat melakukan penyaklaran untuk arus yang besar.
SCR dapat dikategorikan menurut jumlah arus yang dapat beroperasi, yaitu SCR arus rendah dan SCR arus tinggi. SCR arus rendah dapat bekerja dengan arus anoda kurang dari 1 A sedangkan SCR arus tinggi dapat menangani arus beban sampai ribuan ampere.
Simbol skematis untuk SCR mirip dengan simbol penyearah dioda dan diperlihatkan pada Gambar 2. Pada kenyataannya, SCR mirip dengan dioda karena SCR menghantarkan hanya pada satu arah. SCR harus diberi bias maju dari anoda ke katoda untuk konduksi arus. Tidak seperti pada dioda, ujung gerbang yang digunakan berfungsi untuk menghidupkan alat.
Operasi SCR
Operasi SCR sama dengan operasi dioda standar kecuali bahwa SCR memerlukan tegangan positif pada gerbang untuk menghidupkan saklar. Gerbang SCR dihubungkan dengan basis transistor internal, dan untuk itu diperlukan setidaknya 0,7 V untuk memicu SCR. Tegangan ini disebut sebagai tegangan pemicu gerbang (gate trigger voltage). Biasanya pabrik pembuat SCR memberikan data arus masukan minimum yang dibutuhkan untuk menghidupkan SCR. Lembar data menyebutkan arus ini sebagai arus pemicu gerbang (gate trigger current). Sebagai contoh lembar data 2N4441 memberikan tegangan dan arus pemicu :
VGT = 0,75 V
IGT = 10 mA
Hal ini berarti sumber yang menggerakkan gerbang 2N4441 harus mencatu 10 mA pada tegangan 0,75 V untuk mengunci SCR.
Operasi SCR sama dengan operasi dioda standar kecuali bahwa SCR memerlukan tegangan positif pada gerbang untuk menghidupkan saklar. Gerbang SCR dihubungkan dengan basis transistor internal, dan untuk itu diperlukan setidaknya 0,7 V untuk memicu SCR. Tegangan ini disebut sebagai tegangan pemicu gerbang (gate trigger voltage). Biasanya pabrik pembuat SCR memberikan data arus masukan minimum yang dibutuhkan untuk menghidupkan SCR. Lembar data menyebutkan arus ini sebagai arus pemicu gerbang (gate trigger current). Sebagai contoh lembar data 2N4441 memberikan tegangan dan arus pemicu :
VGT = 0,75 V
IGT = 10 mA
Hal ini berarti sumber yang menggerakkan gerbang 2N4441 harus mencatu 10 mA pada tegangan 0,75 V untuk mengunci SCR.
Skema rangkaian penghubungan SCR yang dioperasikan dari sumber DC diperlihatkan pada Gambar 3. Anoda terhubung sehingga positif terhadap katoda (bias maju). Penutupan sebentar tombol tekan (push button) PB1 memberikan pengaruh positif tegangan terbatas pada gerbang SCR, yang men-switch ON rangkaian anoda-katoda, atau pada konduksi, kemudian menghidupkan lampu.Rangkaian anoda-katoda akan terhubung ON hanya satu arah. Hal ini terjadi hanya apabila anoda positif terhadap katoda dan tegangan positif diberikan kepada gerbang Ketika SCR ON, SCR akan tetap ON, bahkan sesudah tegangan gerbang dilepas. Satu-satunya cara mematikan SCR adalah penekanan tombol tekan PB2 sebentar, yang akan mengurangi arus anoda-katoda sampai nol atau dengan melepaskan tegangan sumber dari rangkaian anoda-katoda.
SCR dapat digunakan untuk penghubungan arus pada beban yang dihubungkan pada sumber AC. Karena SCR adalah penyearah, maka hanya dapat menghantarkan setengah dari gelombang input AC. Oleh karena itu, output maksimum yang diberikan adalah 50%; bentuknya adalah bentuk gelombang DC yang berdenyut setengah gelombang.
Skema penghubungan rangkaian SCR yang dioperasikan dari sumber AC diperlihatkan oleh Gambar 4. Rangkaian anoda-katoda hanya dapat di switch ON selama setengah siklus dan jika anoda adalah positif (diberi bias maju). Dengan tombol tekan PB1 terbuka, arus gerbang tidak mengalir sehingga rangkaian anoda-katoda bertahan OFF. Dengan menekan tombol tekan PB1 dan terus-menerus tertutup, menyebabkan rangkaian gerbang-katoda dan anoda-katoda diberi bias maju pada waktu yang sama. Prosedur arus searah berdenyut setengah gelombang melewati depan lampu. Ketika tombol tekan PB1 dilepaskan, arus anoda-katoda secara otomatis menutup OFF ketika tegangan AC turun ke nol pada gelombang sinus.
Gambar 5 Aplikasi SCR sebagai kontrol output suplai daya pada motor DC
Ketika SCR dihubungkan pada sumber tegangan AC, SCR dapat juga digunakan untuk merubah atau mengatur jumlah daya yang diberikan pada beban. Pada dasarnya SCR melakukan fungsi yang sama seperti rheostat, tetapi SCR jauh lebih efisien. Gambar 5 menggambarkan penggunaan SCR untuk mengatur dan menyearahkan suplai daya pada motor DC dari sumber AC.
Rangkaian SCR dari Gambar 6 dapat digunakan untuk “start lunak” dari motor induksi 3 fase. Dua SCR dihubungkan secara terbalik paralel untuk memperoleh kontrol gelombang penuh. Dalam tema hubungan ini, SCR pertama mengontrol tegangan apabila tegangan positif dengan bentuk gelombang sinus dan SCR yang lain mengontrol tegangan apabila tegangan negatif. Kontrol arus dan percepatan dicapai dengan pemberian trigger dan penyelaan SCR pada waktu yang berbeda selama setengah siklus. Jika pulsa gerbang diberikan awal pada setengah siklus, maka outputnya tinggi. Jika pulsa gerbang diberikan terlambat pada setengah siklus, hanya sebagian kecil dari bentuk gelombang dilewatkan dan mengakibatkan outputnya rendah.
Aplikasi SCR
Pada aplikasinya, SCR tepat digunakan sebagai saklar solid-state, namun tidak dapat memperkuat sinyal seperti halnya transistor. SCR juga banyak digunakan untuk mengatur dan menyearahkan suplai daya pada motor DC dari sumber AC, pemanas, AC, melindungi beban yang mahal (diproteksi) terhadap kelebihan tegangan yang berasal dari catu daya, digunakan untuk “start lunak” dari motor induksi 3 fase dan pemanas induksi. Sebagian besar SCR mempunyai perlengkapan untuk penyerapan berbagai jenis panas untuk mendisipasi panas internal dalam pengoperasiannya.
Pada aplikasinya, SCR tepat digunakan sebagai saklar solid-state, namun tidak dapat memperkuat sinyal seperti halnya transistor. SCR juga banyak digunakan untuk mengatur dan menyearahkan suplai daya pada motor DC dari sumber AC, pemanas, AC, melindungi beban yang mahal (diproteksi) terhadap kelebihan tegangan yang berasal dari catu daya, digunakan untuk “start lunak” dari motor induksi 3 fase dan pemanas induksi. Sebagian besar SCR mempunyai perlengkapan untuk penyerapan berbagai jenis panas untuk mendisipasi panas internal dalam pengoperasiannya.
- Aplikasi SCR pada saklar solid state
Solid state relay berfungsi sama seperti halnya relay mekanik, dengan solid state relay kita dapat mengendalikan beban AC maupun DC daya besar dengan sinyal logika TTL. Rangkaian solid state relay terdiri dari 2 jenis, yaitu solid state relay DC dan solid state relay AC. Pada gambar rangkaian dibawah merupakan skema dari rangkaian solid state relay yang digunakan untuk jaringan AC 220V dengan daya maksimum 500 watt. Rangkaian solid state relay ini dibangun menggunakan TRIAC BT136 sebagai saklar beban dan optocopler MOC3021 sebagai isolator. Solid state relay pada gambar rangkaian dibawah dapat digunakan untuk mengendalikan beban AC dengan konsumsi daya maksimal 500 watt.
Daya maksimum rangkaian solid state relay ini ditentukan oleh kapasitas menglirkan arus oleh TRIAC Q1 BT136. Untuk membuat rangkaian solid state relay dapat dilihat gambar rangkaian dan komponen yang digunakan sebagai berikut.
Gambar 6. Rangkaian Solid State Relay 220VAC 500W
Rangkaian solid state relay pada gambar diatas dapat digunakan untuk mengendalikan beban dengan tegangan kerja AC dari 24 volt hingga 220 volt. Rangkaian solid state relay ini dikendalikan dengan sinyal logika tinggi TTL 2 – 5 volt DC yang diberikan ke jalur input solid state relay. Untuk meningkatkan daya atau kemampuan arus solid state relay ini dapat dilkukan dengan mengganti TRIAC Q1 BT136 dengan TRIAC yang memiliki kapasitas arus yang lebih besar. TRIAC Q1 BT136 pada rangkaian solid state relay diatas harus dilengkapi dengan pendingin (heatsink) untuk meredam panas yang dihasilkan TRIAC pada saat mengalirkan arus ke beban.
APLIKASI THYRISTOR UNTUK PENGATUR TEGANGAN AC/DC
Berkembangnya teknologi elektronika daya, khususnya dengan adanya penemuan Thyristor, maka pemanfaatan konverter dan inverter merupakan sebuah solusi pemutakhiran pengendali kelistrikan, misalnya dalam pengaturan tegangan ac / dc yang mudah, luwes, praktis, dan ekonomis.
Thyristor khususnya SCR (silicon controlled rectifier) memiliki 3 buah elektroda: anoda (A), katoda (K), dan gate (G) merupakan piranti elektronik yang banyak diterapkan pada rangkaian elektronika daya. Di dalam konverter arus bolak-balik thyristor merupakan komponen utama, melalui pengendalian sinyal picu (trigger), maka besarnya sudut konduk (conduction angle) dan sudut picu (firing delay angle) dapat diatur.
2. Semi-konverter Thyristor
Semi-konverter thyristor merupakan sistem penyearah 1 fasa gelombang penuh atau konverter 1 fasa terkendali gelombang penuh (Half Controlled Single-phase Bridge Rectifier), yaitu penyearah jembatan (bridge rectifier) yang menggunakan 2 buah thyristor (SCR) dan 2 buah dioda yang diatur/dikendalikan kondukfitasnya melalui pemicu.
Gambar 2. dan gambar 3. berikut ini menunjukkan prinsip kerja semi-konverter thyristor 1 fasa tersebut.
Pada interval ½ gelombang positive tegangan sumber (A+ dan B-), arus akan mengalir melalui rangkaian seri : dari titik A -> dioda D1 ->Load -> thyristor T1 -> titik B, selanjutnya dengan adanya sinyal picu (trigger) maka thyristor T1 konduksi pada wt = sudut picu. Dalam interval ini dioda D2 dan thyristor T2 kondisi reverse bias.
Pada interval ½ gelombang negative berikutnya (A- dan B+), arus akan mengalir melalui rangkaian seri : dari titik B -> dioda D2 -> Load -> thyristor T2 -> titik A, selanjutnya dengan adanya sinyal picu (trigger) maka thyristor T2 konduksi pada phi + wt = sudut picu. Dalam interval ini dioda D1 dan thyristor T1 kondisi reverse bias.
Demikian seterusnya sehingga diperoleh output tegangan DC gelombang penuh yang dapat diatur (UDC variabel), melalui pengendalian thyristor T1 dan T2.
Dioda Dm disebut freewheeling dioda bersifat optional dalam rangkaian, Dm sangat diperlukan khususnya jika beban bersifat induktif. Apabila Um adalah tegangan maksimum dari UAC, maka tegangan keluaran rata-rata UDC adalah :
UDC dapat diatur dari 0 volt sampai dengan vot melalui pengendalian a;
(nilai a adalah 0 < a < p). Dari persamaam tersebut maka tegangan keluaran adalah nol apabila a = 1800 dan akan menjadi maksimum apabila a = 00.
3. Rangkaian Pemicu (Trigger) pada Frekuensi AC-50 Hz
Pemanfaatan UJT secara konvensional sebagai pemicu SCR melalui rangkaian relaxation osilator merupakan pilihan yang tepat, rangkaian relaxation oscillator uni junction transistor (RO-UJT) dirancang agar sinyal/pulsa yang dihasilkan senantiasa sinkron terhadap interval tegangan sumber AC (power supply), serta mampu menghasilkan daerah pengaturan sudut penyalaan (a) atau sudut (j) konduksi antara 00 sampai dengan 1800, rangkaiannya sebagaimana pada gambar 4 berikut:
Gambar 4. Rangkaian RO-UJT Pemicu SCR
Data teknis yang merupakan persyaratan / pertimbangan dalam perancangan rangkaian RO-UJT adalah: tegangan AC 220 volt / 50 Hz, UJT (misal 2N2646), tegangan bias RO-UJT (misal 12 volt dc)
Untuk menghasilkan sinyal picu yang tetap sinkron terhadap perioda tegangan sumber AC (Us), maka tegangan pencatu rangkaian RO-UJT adalah tegangan dc rata yang secara periodik “off” dan sinkron terhadap Us tersebut. Hal ini dapat dipenuhi melalui rangkaian seri tahanan (Rz) dan zener dioda (Dz) yang dihubungkan pada sumber dc gelombang penuh hasil penyearahan Us melalui dioda jembatan DB, selanjutnya tegangan output Dz (= Uz) digunakan sebagai pencatu RO-UJT yaitu titik C-D..
Berikut ini rancangan / perhitungan / pendekatan untuk menentukan komponen rangkaian pemicu
- Penyearah gelombang penuh menggunakan dioda bridge (DB).
DB menyearahkan tegangan sumber AC 220 volt dan dibebani rangkaian RO-UJT yang memerlukan arus maksimum 50 mA, maka tegangan kerja DB > (1,41 x 220 V) dan arus kerja > 50 mA; à DB = 400 V / 500mA.
2. Zener dioda (Dz) dan tahanan depan zener (Rz),
Tegangan bias RO-UJT = 12 V, maka Rz dan Dz sebagai berikut :
- Zener dioda (Dz) = 12 V / 0,5 W; yaitu 1N4742 atau sejenis.
- Tahanan depan zener (Rz),
PRz = Iz2 x Rz = (0,04)2 x 7475 = 11,96 watt
Rz yang digunakan pada rangkaian adalah 10 kW / 10 W.
- Spesifikasi komponen rangkaian RO-UJT.
- UJT adalah type 2N2646, dengan data sebagai berikut :
h = 0,56 — 0,75 IE rms = 50 mA
Ip = 5 mA IV = 4 mA
UBB = 35 V UV = 2 V
rB1 = 5,8 kW rB2 = 3,4 kW
- Untuk perancangan range frekuensi dan stabilitas RO-UJT, ditetapkan CE = 0,1 mF, dan R2 = 560 W.
- Penentuan nilai tahanan RE dan potensiometer RP .
Telah dibahas dalam bab sebelumnya bahwa harga UP dapat dihitung, dan agar RO-UJT dapat berosilasi REmin < RE < REmax.
Frekuensi ac yang dikendalikan (fAC) = 50 Hz, maka TAC = 20 ms
Daerah kerja RO-UJT 00 ~1800 = ½ TAC = 10 ms, artinya TRO-UJT= 0 ~ 10 ms,
, untuk h = 0,63 ®
10 ms = RP x 0,1 mF ® RP = 10.10-3 / 0,1.10-6 = 100 kW
RE pada rangkaian merupakan RE.min ³ 2500 W à RE = 2700 W / ½ W.
RP pada rangkaian (» RE + RP) = RE.max £ 888 kW à RP = 100 kW / ½ W.
- Trafo pulsa pemicu thyristor
Pulsa tajam positip yang dihasilkan pada basis 1 (B1) dimanfaatkan untuk pemicu thyristor, karena RO-UJT merupakan rangkaian elektronik yang bekerja pada tegangan rendah (=12 V) sedangkan thyristor beroperasi pada tegangan tinggi (>>220 V), maka perlu melindungi rangkaian RO-UJT dari bahaya / kebocoran arus dari thyristor. Selanjutnya dipasang trafo pulsa yang berfungsi sebagai kopel / penghubung sinyal picu sekaligus mengisolasi antara rangkaian RO-UJT dengan thyristor.
Ä Trafo pulsa yang digunakan adalah 1:1:1 impedansi dc ± 100W.
Hal yang mungkin terjadi adalah pulsa yang diperlukan untuk pemicu semi-konverter mungkin lebih tinggi, karena karakteristik thyristor yang digunakan berbeda, untuk mengatasinya antara lain dengan menaikkan tegangan bias RO-UJT, yaitu dengan mengganti zener dioda (Dz) yang memiliki Uz lebih tinggi, misalnya : 18 volt atau 20 volt.
4. Pengontrolan Beban dc / ac
Perhatikan rangkaian pada gambar 5.a dan 5.b, pada dasarnya merupakan pengontrol dc gelombang penuh, disebut pengontrol dc/ac karena dapat digunakan untuk mengendalikan beban ac maupun beban dc, yang selanjutnya biasa dinamakan “Uni-bi directional full wave controll ”.
Gambar 5. Pengontrolan Beban ac/dc.
Untuk pemakaian beban ac sebagaimana gambar 5.a., bridge tidak dibebani (dihubung singkat), beban dipasang di luar bridge. Selanjutnya untuk beban dc sebagaimana gambar 5.b, beban dipasang di dalambridge sedangkan di luar bridge sambungan rangkaian langsung ke sumber (tidak dibebani).